Nama
saya Kartika, usia 25 tahun dengan tinggi 168 cm, berat 53 kg, asli
orang Bandung, kulit putih bersih. Ukuran payudara saya yang 34C
termasuk lumayan besar untuk gadis seusia saya. Pekerjaan saya adalah
sebagai manager operasional di sebuah perusahaan terkenal di daerah
saya. Saya ingin mengeluarkan gelisah hati yang saya pendam selama ini,
mudah-mudahan saya bisa berbagi dengan pembaca sekalian.
Saya di kantor mempunyai sahabat yang namanya Levana, sering saya
panggil Ana. Orangya supel, dan mudah bergaul, tingginya 172 cm/53 kg,
dengan kulit putih mulus, maklum orang Menado asli, 34B ukuran
payudaranya. Saya mempunyai kelainan ini sejak masih gadis pada saat
tinggal bersama kakak saya, Mbak Erni namanya.
Kapan-kapan saya ceritakan sejarah lesbian saya, tapi saya juga suka
cowok lho sama seperti gadis-gadis lain. Hanya saja hampir tujuh puluh
persen saya menyenangi cewek, saya tidak mengerti mengapa saya begini,
mungkin suatu saat saya bisa sembuh total ya?! Saya sering jalan bersama
Ana kalau ada undangan karena saya belum ada pasangan, banyak sih cowok
yang naksir, cuma saya masih enggan saja untuk berpacaran. Saya ingat
betul awalnya yaitu pada saat bulan Agustus 2004, sehabis pulang kantor.
*****
“Ka, sini sebentar” panggil Ana pada saya sambil mendekatkan Mercynya.
“Ada apa Na?” tanya saya heran pada Ana.
“Boleh nggak minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Itu lho, rumah saya khan sedang direnovasi..”
“Terus?”
“Mmh, boleh numpang nginep nggak di rumahmu?” tanya Ana ragu-ragu.
“Alaa, gitu saja nanya, boleh dong, sekarang?”
“Iya, boleh khan?” tanya Ana sekali lagi meyakinkan dirinya sendiri.
“Udah, nggak usah banyak omong, ayo jalan” perintah saya sambil tersenyum.
“Okey, trim’s ya”
Maka setelah Ana mengambil baju sekedarnya, kami berdua meluncur ke
rumah saya yang memang agak jauh dari kantor. Rumah saya mempunyai empat
kamar, satu kamar untuk tamu dan kamar saya di tengah, saya tinggal
sendiri karena orang tua saya tinggal di Surabaya.
“Na, ini kamarmu ya” kata saya sambil menunjukkan sebuah kamar padanya di ujung depan.
“Trim’s ya” jawabnya sambil masuk melihat-lihat kamar.
“Kutinggal dulu”
“Ya..” jawabnya sambil lalu.
Saya kemudian menuju kamar untuk mandi dan berganti baju, soalnya gerah
sejak tadi. Sedang asyik-asyiknya saya memilih BH, tiba-tiba Ana masuk
ke kamar.
“Eh.. Maaf ka, lagi pake baju ya?” katanya kaget melihatku masih memakai
celana dalam berwarna merah dan belum mengenakan BH sama sekali.
“Oh Ana, masuk Na, nggak apa-apa kok” jawab saya sambil tersenyum
melihatnya yang masih memandangi payudara saya yang termasuk besar dan
montok.
“Wah, badanmu seksi juga ya?” ujarnya.
“Tentu saja, habis saya rajin senam sich”
“Oh ya, ada film bagus nich, nonton yuk” ajak Ana sambil menggandeng saya untuk menonton TV di ruang tengah.
“Bentar Na, kuganti baju dulu ya” jawabku sambil memakai BH dan kaos longgar serta celana pendek.
“Kutunggu ya..”
“Ya”. Kemudian Levana sudah duduk di depan TV sambil makan camilan, sedang saya masih sibuk membereskan baju yang berserakan.
Malam itu Ana mengenakan daster kuning hingga kelihatan kulit lengannya
yang putih mulus, kadang-kadang karena duduk kami yang mepet, Ana dengan
tak sengaja menyenggol payudara saya hingga perasaan saya jadi
bertambah aneh. Mungkin karena acara TV yang membosankan, saya jadi tak
tertarik lagi, saya lebih tertarik memperhatikan Ana saja. Ternyata Ana
yang memakai daster itu, sudah tidak memakai BH lagi hingga tonjolan
payudaranya kelihatan mencuat ke atas, mungkin karena kami sama-sama
perempuan, jadi Ana tidak malu-malu lagi, bahkan kadang-kadang kakinya
dinaikkan ke meja hingga bawahan dasternya jadi tersingkap dan
memperlihatkan celana dalamnya yang berwarna putih.
Perasaan saya jadi lain hingga saya memutuskan untuk ke kamar dan
berganti baju dengan daster tanpa memakai BH dan celana dalam juga,
supaya bertambah nyaman kalau berdekatan dengan Levana. Sungguh Levana
itu gadis yang cantik seperti artis mandarin. Saya kembali ke ruang tamu
dan membawa kaset DVD untuk saya tonton bersama Ana, siapa tahu saja
Levana tertarik dengan filmnya dan ingin mmh..
“Na, ganti ama DVD ya?”
“Film apaan tuch?”
“Ini, film romantis dari Jepang, pengin liat nggak?”
“Ya, bolehlah, abis acaranya nggak ada yang menarik sich”
“Okey, duduk dekat sini” pinta saya pada Ana untuk duduk di sofa agar nyaman menonton film itu.
Sebetulnya sich, itu film triple X dari jepang mengenai seorang gadis
yang mencintai guru wanitanya lalu mereka bersetubuh dan bercinta dengan
gaya yang romantis dengan berbagai macam gaya. Volume TV dan AC saya
perbesar hingga Ana mendekat dan mepet dengan saya. Untung rumah sudah
sepi karena pembantu sudah pulang semua dan lagi rumah saya besar, jadi
volume suara TV yang besar itu tidak kedengaran lagi dari luar.
“Film BF ya?” tanya Ana tanpa menoleh pada saya.
“Tapi bagus lho, untuk pelajaran sex”
“Bagus, sich bagus, tapi saya jadi pengin nich” gumam Ana tak jelas
karena napasnya yang makin berat dan diselingi suara orang bercinta dari
TV yang makin kencang.
“Gimana kalau kupegang payudaramu” usulku.
“Hush, ngaco kamu Tika, kita ini sama-sama cewek tau” jawabnya sambil
monyong, namun itu justru menambah gairah saya semakin tinggi.
“Daripada kamu megang sendiri, hayoo” jawab saya tak mau kalah sambil meraba payudaranya.
“Jangan, Tika.. Jangan..” teriaknya keras karena kaget payudaranya saya
pegang. Namun teriakannya tak membuat saya jera, bahkan telinganya yang
sensitif saya cium dengan lembut.
“Kurang ajar kamu, sst..” tolaknya lemah dengan mendesis.
“Mmh..”
Pergumulan saya dengan Ana berlangsung seru, hingga beberapa menit
Levana masih memberontak, tetapi karena gairahnya sudah naik dan
ditambah lagi dengan ciuman dan remasan saya pada daerah sensitifnya,
akhirnya Ana menyerah juga. Bahkan dengan sigap membalas mencium bibir
saya dengan ganas sambil meraba vagina saya yang sudah mulai basah sejak
tadi.
“Sst.. Mmh.. Tunggu..” potong saya menghentikan ciuman dan serangannya Ana.
“Hahh, ada apa Ka?”
“Buka dastermu..” pinta saya untuknya agar membuka daster, sementara saya juga telah membuka dasterku sendiri hingga bugil.
“Wah, susumu besar juga ya?” kata Levana kagum melihat payudara saya
yang sudah tegak, sambil juga melepaskan dasternya, bahkan celana
dalamnya pun ikut dilepaskan juga hingga kami menjadi sama-sama bugil.
Dan kami pun kembali saling berciuman di sofa tanpa mempedulikan film
jepang itu. Saya mengambil inisiatif untuk memulai mencium payudaranya.
“Sst.. Sst..”
“Mmh.. gantian..” rintih Ana karena tidak dapat menahan ciuman dan jilatan lidah saya pada payudaranya.
Maka saya pun berganti posisi dengan Ana yang menjilat payudara saya
dengan semangat hingga vagina saya juga ikut dibelai, bahkan
jari-jarinya yang lentik keluar masuk ke dalam lubang vagina saya dengan
cepat hingga saya mengalami orgasme yang pertama.
“Mmh.. Enak.. Na, cepetan.. Sst..” rintih saya karena tak tahan lagi
dengan permainan Ana yang begitu hebat, bahkan Ana sekarang menjilat
vagina saya dengan liar hingga beberapa menit, saya semakin mendorong
vagina saya ke arah mulutnya yang sedang menghisap bagian dalam.
“Sstss.. pinggirnya.. ssts.. Ya.. yang i.. tu..” rintih saya terpatah-patah.
Tiba-tiba Levana menghentikan permainannya..
“Ada apa Na?”
“Kita coba yang seperti di film, mau khan?” usulnya.
“Boleh saja..” jawab saya senang karena memang senang dengan gaya enam sembilan.
Gaya enam sembilan itu maksudnya saya yang berada di posisi atas
menghadap Levana yang berada di posisi bawah dengan saling menjilat
vagina masing-masing, bahkan saking enaknya hingga kepala saya terjepit
oleh Levana yang rupanya juga telah mengalami orgasme yang pertama. Kami
melakukan pergumulan itu di sofa hingga dua jam dan rupanya Levana pun
puas atas permainan itu.
“Hahh, lega rasanya..”
“Gimana, enak nggak?”
“Enak juga ya”
“Mau lagi nggak?”
“Mau dong kalau caranya gitu” jawab Ana manja sambil mencium bibir saya gemas.
Malam itu saya dan Levana menghabiskan permainan yang seru itu di kamar,
bahkan Ana tak henti-hentinya meremas payudara saya dengan gemas,
kadang-kadang saya puaskan Levana dengan alat kelamin pria plastik,
tentu saja alatnya yang bisa bergetar hingga itu menambah nikmat
percintaan saya dengan Ana. Beberapa ronde kami lalui hingga pagi, juga
di kamar mandi.
*****
Keesokannya, seperti biasa saya sudah bersiap ke kantor dengan Levana.
“Ayo Na, udah siap belum?”
“Udah boss, ayo” gandeng Ana mesra sambil mencium bibir saya lembut.
“Hush, nanti dilihat orang lho”
“Iya ya..”
Maka sejak itu, saya dan Levana sering bercinta di rumahnya atau rumah
saya, bahkan pernah beberapa kali kami bercinta di dalam mobil. Pada
saat hari libur, Levana mengajak saya dan beberapa temannya ikut
berdarmawisata ke pulau Bali dan Lombok. Salah satu di antaranya bernama
Fifiani yang orang Malang.
“Tika, kamu ikut tour besok nggak?” tanya Levana.
“Tentu dong, yang ke Bali dan Lombok khan?” jawabku.
“Iya dong, eh.. kenalin nich, teman saya” ujar Levana memperkenalkan temannya.
“Fifiani” katanya memperkenalkan diri.
“Kartika Sari” jawab saya sambil menjabat tangannya yang kuning langsat itu.
“Ayo Na, sampai besok ya” jawab Levana menggandeng Fifiani.
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba, saya dengan beberapa teman
kantor jadi berwisata ke pulau Bali dan Lombok, juga ada Fifiani dan
Levana. Dari obrolan kami, saya ketahui bahwa Fifiani itu umurnya baru
23 tahun, 172 cm/53 cm, dengan payudara 34C, orangnya cukup ramah dan
sopan. Levana pernah bercerita pada saya bahwa Fifiani adalah seorang
lesbian sejati, sudah pernah beberapa kali pacaran, namun kandas di
jalan hingga hatinya hancur lebur.
“Ana, sini bentar Na” panggil saya pada Ana.
“Ada apa Tik”
“Tukeran duduk ya, Fifiani di sini dan tas ini di tempatmu, gimana?” usulku.
“Enak saja, kapan lagi kesempatan gini datang”
“Please dong, khan kamu udah lama kenal ama Fifiani”
“Iya dech, cuman aku boleh liat dong di sebelah..” canda Ana sambil mencolek payudara saya dengan gemas.
Akhirnya dalam bis itu, saya yang mulanya duduk di belakang dengan tas
besar entah siapa yang punya, dapat kesempatan duduk dengan Fifiani yang
cantik. Levana tak ketinggalan duduk di sebelah dengan tas besar yang
sudah saya pindahkan. Fifiani dalam perjalanan itu memakai rok jins
hitam dengan kaos merah mudanya, sungguh serasi dengan bentuk tubuhnya
yang proporsional.
Rupanya Fifiani atau yang biasa saya panggil dengan Fifi senang curhat
dengan saya, bahkan beberapa kali matanya mengarah pada payudara dan
bawah rok jins biru saya yang agak naik ke atas, mungkin celana dalam
saya yang berwarna putih polos kelihatan, tapi saya cuek saja. Bahkan
saya sengaja beberapa kali menyingkap rok saya hingga paha saya yang
putih kelihatan dengan jelas hingga Fifi salah tingkah memperhatikan rok
saya.
Malam itu kami sudah melewati kota Probolinggo, saya lihat teman-teman
sudah pada tidur karena kelelahan, sementara Levana memperhatikan saya
sambil mengedipkan matanya beberapa kali. Di bis wisata itu yang duduk
di belakang cuma saya, Levana, seorang teman lain dan beberapa barang
bawaan yang menumpuk, sementara yang lain duduk di depan, tentu saja ada
yang berpasangan.
Sementara itu Fifi rupanya sudah tertidur pulas dengan kepalanya
bersandar pada bahu kanan saya hingga perasaan saya jadi tak enak karena
napasnya yang harum dan lembut tercium oleh saya, di samping itu posisi
duduknya yang sungguh membuat dada saya berdebar-debar karena kakinya
menopang pada paha saya. Dengan perlahan saya menyelimutinya hingga kami
berdua tertutup oleh selimut hingga cuma tinggal kepala saja yang
kelihatan. Tangan kanan Fifi saya pegang dan saya di tempatkan payudara
saya. tiba-tiba Fifi membuka matanya dan menatap saya tajam.
“Eh.. Eh.. Fi.. Belum tidur ya?” tanya saya tergagap-gagap karena kaget melihatnya bangun tiba-tiba.
“Iya Mbak, belum ngantuk nich” jawabnya tersenyum ramah dan tidak
melepaskan tangannya dari payudara saya, padahal saya sudah horny.
“Jangan panggil Mbak dong, panggil Tika saja ya”
“Iya dech, Tika udah punya pacar belum?” tanyanya.
“Belum, emangnya kenapa?”
“Masak, cewek secantik kamu belum punya pacar!”
“Emang belum, kamu sendiri?”
“Udah pernah sich, cuma sering putus, lebih suka sahabatan ama cewek”
“Oh gitu ya..”
“Ka, boleh nggak Fifi peluk?” pintanya.
“Boleh saja, terserah Fifi dech” gumam saya pelan karena Fifi dengan
pelan meremas payudara saya dengan gemas, bahkan sudah masuk dalam BH
saya dan meremasnya dengan lembut.
“Sstss.. Fi..” desisku.
“Gimana Ka?” tanya Fifi yang berusaha membuka BH saya.
“Enak Fi.. Sstss.. Saya boleh..” belum sempat Fifi menjawab, tangan saya
sudah masuk ke dalam roknya dan membelai vaginanya yang masih memakai
celana dalam.
“Sst.. Ka.. Ayo dong..” ajak Fifi menuntun tangan saya untuk masuk lebih dalam dan menyentuh vaginanya.
Akhirnya saya dan Fifi saling meremas payudara dan menyentuh vagina
hingga Fifi duluan orgasme karena tak tahan dengan jari-jari saya yang
keluar masuk vaginanya dengan cepat. Levana yang dari tadi memperhatikan
saya, juga ikut-ikutan merogoh payudaranya sendiri. Belum sempat saya
orgasme, bis itu sampai Denpasar, dan kami memesan kamar masing-masing
untuk esok paginya kami lanjutkan dengan pesiar keliling pulau Bali.
“Gimana nich Fi, saya khan belum..”
“Tenang saja Ka, gimana kalau kita tidur berdua?” jawab Fifi santai karena tahu bahwa saya belum puas.
“Iya dech”
“Saya boleh ikut nggak, boleh ya..” rengek Levana tiba-tiba mendekati kami.
“Boleh saja, gimana Fi, Ana boleh ikut nggak!?” tanya saya pada Fifi.
“Okey, pasti tambah asyik ya” jawabnya sambil mengedipkan mata pada saya.
Jadilah saya memesan kamar bertiga dan setelah kami diberi pengarahan
dari pemandu wisata agar bangun jam 08.00, maka saya langsung masuk
kamar. Setibanya di kamar dan menaruh tas, saya peluk Fifi dan
menghimpitnya ke tembok hingga payudara saya yang montok menempel ketat
pada payudaranya.
“Udah nggak sabar nich yee..” goda Ana sambil memeluk saya juga dari belakang dan langsung mencium leher saya dengan ganas.
“Fi.. Kamu..”
“Udah ka, ayo kita terusin yang tadi” jawab Fifi sambil melumat bibir saya dengan ganas.
“Mmh..”
Fifi yang mencium saya dengan ganas itu juga tak kalah gesitnya mencoba
kembali membuka BH saya yang akhirnya terlepas juga ke bawah, tangannya
dengan terampil kembali meremas-remas payudara saya, di samping itu Ana
berusaha melepas rok jins dan celana dalam saya hingga saya yang
pertama-tama bugil duluan. Entah siapa yang memulai duluan, tahu-tahu
saya sudah berada di tempat tidur dengan payudara saya yang dijilati
Fifi dengan lincah, bahkan Ana pun juga sudah bugil dan sekarang sedang
menjilati vagina saya dengan lahap.
“Sst.. Uuh.. Mmh..” rintih saya keras karena tak tahan diperlakukan oleh
dua orang wanita cantik yang menjilati bagian sensitif saya.
Beberapa menit kemudian saya pun tak tahan dan mengalami orgasme yang
pertama. Fifi juga minta ganti posisi di bawah untuk kami kerjai yang
saya bagi tugas dengan Ana, saya bagian menjilat vaginanya dan Ana
bagian payudara dan bibirnya. Beberapa menit permainan itu kami
lanjutkan dengan cara saling berganti posisi.
“Ka.. Sstss.. Geli.. Ahh.. Ssts”
“Ssts.. Mmh.. Jilat yang itu.. Ya..” rintih Fifi yang sedang berjongkok karena vaginanya dijilat oleh Ana.
“Sstss.. Go.. Yang.. Na.. Sstss..” desis saya meminta Ana yang vaginanya
sedang saya gesek-gesekkan dengan vagina saya untuk menggoyang
pinggulnya lebih keras.
Permainan demi permainan kami lewati hingga akhirnya saya meminta Fifi
memasang penis plastik yang bisa bergetar itu pada vaginanya. Bentuknya
seperti celana dalam yang di tengahnya ada penis plastik.
“Sstss.. Pelan.. Fi.. Argh..” jerit saya karena Fifi memasukkan penis buatan itu terlalu cepat pada vagina saya.
“Mmh.. Gimana Ka, enak..?”
“Ssts.. Ya, ayo..” perintah saya setelah Fifi memasukkan penis plastik
itu dan mendorongnya keluar masuk hingga saya merasa nikmat dan menjepit
penis plastik itu dengan keras hingga dinding vagina saya
berdenyut-denyut.
“Sstt.. Ayo.. Fi.. Lebih cepat lagi..” pintaku.
“Sstss.. Mmh.. Sstss.. Argkk..” jerit saya melengking karena cepatnya
Fifi memasukkan penis plastik itu hingga saya orgasme berulang-ulang
yang ditambah lagi rangsangan pada payudara saya yang dijilat dan
dikulum oleh Levana sambil tangannya tak henti-hentinya juga meremas
payudara Fifi. Vagina saya mengeluarkan lendir berwarna putih, sungguh
banyak sekali.
“Lega rasanya, nikmat juga pake penis buatan..”
“Enak nggak rasanya Ka?” tanya Levana pada saya dengan mimik heran.
“Lho, kamu belum pernah toh An?” tanyaku.
“Belum tuch, biasanya sich cuma ama cewek saja”
“Nikmat kok rasanya, saya sering pake kalau lagi nggak ada pasangan”
jawab Fifi sambil membersihkan penis plastik itu untuk kami gunakan
lagi.
“Gimana An, kamu coba dech, sini biar kucobain buat kamu..” bujukku pada
Levana yang kelihatan masih ingin mencoba penis buatan ini selain gaya
enam sembilan favorit Levana dan saya.
Malam itu kami bertiga menguras habis energi untuk bercinta hingga ke
kamar mandi, bahkan dengan senangnya saya bisa memandikan Fifi yang
paling muda di antara kami bertiga.
“Pelan-pelan ya masukinnya” pinta Levana cemas.
“Tenang saja, nggak sakit kok” kata saya meyakinkan Levana yang melihat
saya sudah memasang kan celana dalam berpenis itu di kemaluan saya.
Permukaan penis plastik itu ada bintik-bintiknya yang tidak beraturan
dan saya juga tidak begitu mengerti apa manfaatnya, mungkin saja untuk
menambah rasa nikmat jika bersentuhan dengan dinding vagina.
“Sst.. Mmh.. Sstss.. Aduh..” jerit Ana pelan karena penis itu terpeleset keluar bibir vaginanya.
Akhirnya seluruh penis plastik itu masuk ke dalam vagina Ana yang masih
sempit itu, mungkin Levana masih perawan karena beberapa saat kemudian
sedikit keluar darah. Memang selama saya bersahabat dengan Levana, Ana
jarang bergaul dengan teman pria, kebanyakan teman wanita seperti saya
dan yang lainnya. Sedangkan Fifi pergaulannya luas termasuk dengan pria
hingga vagina Fifi sudah agak melebar dibandingkan dengan vagina saya
dan Levana.
“Na, kamu masih perawan ya?” tanya saya serius pada Levana.
“Eh.. Iya.. Berarti kamu yang pertama melakukannya, Sayang” jawabnya mesra sambil mencium saya dengan lembut.
“Mmh..”
Saya berusaha maju mundur mengikuti aksi seperti yang di film BF, para
pria memajumundurkan penisnya ke dalam vagina si wanita. Sambil
memasukkan penis buatan, saya meremas-remas payudara Ana.
“Sstss.. Ter.. Us.. Sstss..”
“Sst.. Fi.. Ayo..” ajak Ana sambil mengajak Fifi untuk berciuman dengan saya.
“Sstss.. Sstss.. Mmh..”
Sambil berciuman dengan Fifi, saya memasukkan penis plastik itu keluar
masuk dengan irama yang teratur hingga pantat Levana bergoyang pelan.
Rupanya Ana menikmati permainan penis plastik itu hingga meminta saya
agar cepat menaikkan tempo keluar masuknya penis plastik itu dalam
vaginanya.
“Ayo fi, isap puting saya”
“Iya, Ka..”
“Sstss.. Mmh..” rintih saya agak keras karena Fifi bukan saja mengisap
puting saya, bahkan menggigit puting saya dengan gemas hingga saya
merasa nikmat dan mendorong penis plastik itu semakin cepat saja.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Bagi.. An.. Sstss.. Itu..” desis Ana
mengarahkan saya untuk menyodokkan penis itu pada bagian lubang
vaginanya.
Permainan dengan Ana membutuhkan waktu yang lama karena ia menahan irama
birahinya hingga pinggul saya pegal-pegal, kemudian setelah saya lelah,
saya menyuruh Fifi untuk ganti menindih Levana dengan penis plastik
itu.
“Fi, gantian ya, saya capek nich”
“Ya, ayo sini” jawab Fifi sambil memasang penis itu dan langsung
memasukkannya dalam vagina Levana dan mereka pun bermain dengan bernafsu
hingga Fifi melahap bibir Ana dengan ganas.
Saya pun menyelipkan tangan di antara payudara mereka dan
meremas-remasnya supaya Ana cepat orgasme. Dan akhirnya Levana
melepaskan ciuman Fifi dan memintanya agar lebih cepat.
“Sstss.. Sstss.. Sstss.. Ayo.. Fi.. Cepetan..”
“Saya.. Sstss.. Mau.. Keluar.. Sstss..” rintih Levana hingga Fifi
semakin mendorong dengan cepat penis plastik itu hingga Ana
bergerak-gerak liar dan menjepit Fifi dengan kuat.
“Sstss.. Arghh..” jerit Levana melengking karena cairan putihnya akhirnya keluar juga untuk terakhir kalinya.
*****
Pada jam empat pagi baru kami tidur bersama, tentu saja dengan keadaan
bugil dan kepuasan yang tiada tara. Dan kembali tour kami lanjutkan
untuk wisata ke pantai Sanur dan pantai Kuta.
Terima kasih pada Bapak Hartono atas tournya, juga sahabatku Fifi dan
Levana atas pengalamannya bersama saya, kasih komentar ya atas cerita
saya ini, kalau ada yang kurang, konfirmasikan saja ke email saya.
Pembaca cowok dan cewek bisa curhat atau kenalan pada saya melalui email
saya atau memberikan tanggapannya mengenai kelainan saya ini, asalkan
disertai foto, terutama bagi cewek-cewek baik yang seksi maupun tidak
seksi hi.. hi.. hi.., pasti kubalas dengan foto bugil saya, eh maksud
saya foto seksi saya dan kalau ada yang mengajak jalan bersama, saya
ingin ikut dong.
Jika tanpa foto, maaf saja, saya tidak bisa membalas surat Anda. Dan
buat sohib saya Fifi, Vita, Samantha, Aulia, Febri, dan Levana, salam
sayang selalu dan kangen, jangan lupa ya baca cerita saya ini dan kapan
nih kita mandi bareng lagi, pasti asyik deh. Sekarang saya lagi fitness
untuk mengencangkan payudara lho.